Hadis


AKHLAK SEORANG MUSLIM

  • Bagaimanakah Islam Yang Paling Baik
 عن عبد الله بن عمرو أن رجلا سأل النبي صلى الله عليه وسلم : أي الإسلام خير ؟ قال : " تطعم الطعام وتقرأ السلام على من عرفت ومن لم تعرف " .
Artinya: Dari Abdullah bin Amru, bahwa seorang bertanya kepada Rasulullah SAW, "Islam yang bagaimana yang lebih utama? Maka beliau menjawab, "Memberi makan dan mengucapkan salam kepada orang yang engkau kenal dan orang yang tidak engkau kenal".[1]
Apabila ada pertanyaan. " Kata الاسلام disini adalah memakai bentuk singular, sedangkan kata yang datang setelah اي  harus berbentuk plural. " Maka jawabnya, bahwa dalam hadis ini ada bagian kata yang dihapus, karena kalimat yang sebenarnya adalah, اي ذوي الاسلام pengertian seperti ini diperkuat dengan adanya riwayat Muslim yang menggunakan redaksi, اي المسلمين أفضل ( orang-orang Islam yang bagaimanakah yang paling afdhal ). Jika kedua redaksi ini diformulasikan, maka keutamaan seorang muslim akan dapat dicapai dengan melakukan salah satu dari sifat atau hal-hal yang disebutkan dalam hadis tersebut.
Pengertian seperti ini menjadi lebih baik dari pengertian yang dikemukakan oleh sejumlah penyarah yang menyatakan bahwa maksud pertanyaan dalam hadis ini adalah, اي خصال الاسلام. Menurut Ibnu Hajar, pengertian seperti inilah yang tepat, karena dengan pengertian seperti ini akan timbul pertanyaan lain, seperti menanayakan tentang " karakter Islam yang utama".

  • Memberi Makan Adalah Perangai Islam.
Laki-laki yang bertanya dalam hadis di atas tidak disebutkan namanya, tetapi ada yang mengatakan bahwa dia adalah Abu Dzarr, sedang dalam riwayat Ibnu Hibban adalah Hanik bin Yazid orang tua Syuraikh. اي الاسلام خير ( Islam bagaimanakah yang lebih utama). Pertanyaan ini sama dengan hadis yang sebelumnya, lalu kenapa ada dua pertanyaan yang sama dalam dua hadis tersebut sedang jawabannya berbeda? Menurut al-Karmani, " Sebenarnya kedua jawaban itu tidak berbeda, karena memberi makan berarti selamat dari bencana yang di akibatkan oleh tangan, dan mengucapkan salam berarti selamat dari bencana yang di akibatkan oleh lisan. Mungkin jawaban yang berbeda ini karena adanya pertanyaan yang berbeda tentang suatu perbuatan atas perbuatan yang lain.
Hal ini dapat kita lihat dari perbedaan makna afdhal (lebih utama) dan khair (baik). Menurut al-Karmani, kata afdhal berarti yang paling banyak pahalanya, sedang kata khair berarti manfaat, jadi kata yang pertama adalah berkenaan dengan kuantitas sedang yang kedua berkenaan dengan kualitas. Tetapi menurut pendapat yang paling masyhur, bahwa pertanyaan yang sama dalam dua hadis di atas adalah disebabkan perbedaan kondisi penanya dan pendengarnya.
Mungkin jawaban hadis pertama dimaksudkan member peringatan kepada mereka yang takut menerima bencana yang diakibatkan oleh tangan atau lisan, maka hadis tersebut memberikan jalan untuk tidak melakukan perbuatan tersebut. Sedangkan jawaban yang kedua, adalah memberikan motivasi kepada orang yang mengharapkan manfaat dengan perbuatan atau perkataan, maka hadis tersebut menunjukkan bentuk konkrit perihal tersebut.
 Dengan demikaian disebutkanya dua perangai atau bentuk tersebut adalah sesuai dengan kebutuhan si penanya pada waktu itu agar mereka tertarik untuk masuk Islam. Disamping itu para sahabat pada waktu itu sedang semangat melaksanakan perintah syari'at, sehingga mereka selalu menanyakan kepada Nabi perbuatan apa saja yang dapat mendatangkan kebaikan kepada mereka. Hal itu menunjukkan bahwa Rasulullah menekankan kedua peilaku tersebut pada awal masuk kota Madinah, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Tirmizi dan lainnya dari Abdullah bin Salam.
تطعم ( memberi makan ), berarti juga perintah untuk member makan kepada fakir miskin, termasuk juga menjamu tamu yang datang. Demikian pula kata تقرأ ( megucapkan ) juga berarti perintah untuk mengucapkan salam kepada orang yang dikenal, ومن لم تعرف ( dan yang tidak engkau kenal) hal ini dimaksudkan untuk meninggikan syiar Islam dan menjaga hubungan ukhuwah Islamiyah, bukan untuk kesombongan dan basa-basi belaka. Dan mengucapkan salam juga mencerminkan akhlak mulia, sifat tawadhu' (rendah hati) dan menghormati serta tidak mencela orang lain, sehingga dengan demikian dapat terjalin hubungan saling mencintai antara sesama.

  • Anjuran Mengucapkan Salam
Mengucapkan salam dan berjabat tangan kepada sesama Muslim adalah perkara yang terpuji dan disukai dalam Islam. Dengan perbuatan ini hati kaum muslimin dapat saling bersatu dan berkasih sayang di antara mereka.
Dari Abu Hurairah dari Rasulullah SAW beliau bersabda:“Apabila salah seorang dari kalian bertemu dengan saudaranya maka ucapkanlah salam padanya (Kemudian) jika pohon, tembok, atau batu menghalangi keduanya dan kemudian bertemu lagi maka salamlah juga padanya.” (HR. Abu Dawud ).[2]
Pada hadits ini Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam memerintahkan seorang Muslim mengucapkan salam kepada saudaranya yang Muslim jika menjumpainya. Karena salam dapat menggalang persatuan, menghilangkan rasa benci, dan mendatangkan cinta. Perintah di dalam hadits ini bersifat istihbaab yang maknanya anjuran dan ajakan, bukan wajib.
Dalil yang lain tentang disyariatkannya mengucapkan salam adalah hadits tentang orang yang jelek shalatnya, hadits yang  masyhur dari Abu Hurairah. Rasulullah SAW masuk ke masjid. Lalu seseorang masuk dan shalat. Kemudian dia datang lalu mengucapkan salam kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. Maka Rasulullah SAW menjawab salamnya seraya berkata : “Kembalilah shalat karena sesungguhnya kamu belum shalat” Maka orang itu kembali lalu shalat sebagaimana dia telah shalat sebelumnya. Kemudian dia datang kepada Nabi SAW. Hal itu dia lakukan tiga kali. (HR. Bukhari, Muslim )

  • Larangan Mengucap Salam
Mendahului mengucapkan salam kepada orang non muslim adalah haram dan tidak boleh. Sebab Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam berkata : "Janganlah kamu memulai salam kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani. Apabila kamu bertemu mereka disuatu jalan, maka paksalah mereka kepada jalannya yang paling sempit." Tetapi apabila mereka mengucapkan salam kepada kita, maka kita wajib menjawabnya, yang didasarkan kepada keumuman firman Allah : "Dan apabila diberi penghormatan dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa)." (QS. An-Nisa':86)[3]
Orang Yahudi juga pernah mengucapkan salam kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dengan ucapan: As-Samu 'alaika ya Muhammad!" Padahal as-samu artinya kematian. Berarti mereka mendoakan mati kepada beliau. Lalu beliau berkata : "Sesungguhnya orang-orang Yahudi mengucapkan: 'As-samu'alikum'. Apabila mereka mengucapkan salam kepadamu, maka ucapkanlah: Wa'alaikum'." Apabila non-Muslim mengucapkan salam: As-samu'alaikum, maka kita harus membalasnya dengan ucapan: Wa'alaikum.[4]
Perkataan beliau: Wa'alaikum", merupakan dalil bahwa apabila mereka mengucapkan: 'As-salaamu'alaikum", yang berarti pada diri mereka ada keselamatan, maka kita juga membalas dengan ucapan yang sama. Maka sebagian ulama berpendapat apabila orang-orang Yahudi dan nasrani mengucapkan secara jelas: "As-salaamu 'alikum", maka kita juga boleh membalas dengan ucapan "Alaikum salam". Juga tidak boleh memulai ucapan: Ahlan wa sahlan atau ucapan lain yang senada kepada mereka. Sebab di dalam ucapan ini terkandung pemuliaan dan pengagungan terhadap mereka.
Tetapi apabila mereka lebih dahulu menyampaikan tersebut kepada kita, maka kita dapat membalasnya seperti apa yang dikatakan kepada kita. Sebab Islam datang dengan membawa keadilan dan memberikan haknya kepada setiap orang yang memang berhak. Dan sebagaimana yang sudah diketahui, orang-orang muslim lebih tinggi kedudukan serta martabatnya di sisi Allah. Maka tak selayaknya mereka merendahkan diri kepada orang-orang non muslim, dengan mengucapkan salam terlebih dahulu.
Kesimpulan jawaban ini dapat saya katakan, "Orang muslim tidak boleh memulai ucapan salam kepada orang-orang non-Muslim. Sebab Nabi Shallallahu alaaihi wa sallam melarang hal itu, disamping hal itu merendahkan martabat orang muslim bila harus mengagungkan orang non-muslim. Orang muslim lebih tinggi kedudukannya di sisi Allah. Maka tidak selayaknya dia merendahkan diri dalam hal ini. Tetapi apabila mereka yang lebih dahulu mengucapkan salam kepada kita, maka kita boleh membalasnya seperti salam yang mereka ucapkan. Kita juga tidak boleh lebih dulu memberi penghormatan kepada mereka, seperti ucapan ahlan wa sahlan wa marhaban, atau yang serupa dengan itu. Karena hal ini mengagungkan diri mereka seperti halnya salam.






[1] . Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Baari Syarah Shahih Bukhari, Maktabah Darussalam, Riyadh, hal. 91.
[2] . Syaikh Masyhur Hasan Salman, Al Qaulul Mubin fi Akhth’ail Mushallin, Hal. 290-296
[3] . Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Majmu' Fatawa wa Rasa'il.
[4] .  Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Baari Syarah Shahih Bukhari, Maktabah Darussalam, Riyadh, hal. 147.